Mphnews- Batang – Gelombang kekecawaan oleh owner atau pemilik cafe, menyusul aksi kontroversial Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Batang yang melakukan operasi penegakan Peraturan Daerah (Perda) di kawasan cafe sepanjang Sigandu pada Kamis (12/6/2025). Operasi yang dinilai arogan tersebut memicu reaksi keras para pemilik usaha hiburan yang merasa diperlakukan tidak adil.
Tak tinggal diam, sejumlah pemilik cafe yang terdampak operasi tersebut akhirnya menggelar audiensi ke kantor Satpol PP Batang . Rombongan yang dipimpin koordinator aksi Subhan ini didampingi kuasa hukum Lukman Hasannudin, S.H., M.H., menuntut klarifikasi atas tindakan yang mereka arogan.Rabu ( 18/6).
“Kami datang bukan untuk melawan, tapi meminta kejelasan. Operasi kemarin terkesan terburu-buru dan tidak mengikuti prosedur yang semestinya,” tegas Subhan saat ditemui wartawan di halaman kantor Satpol PP Batang.
Operasi kontroversial tersebut didasarkan pada Perda Nomor 2 Tahun 2014 tentang Bangunan Gedung dan Perda Nomor 9 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Hiburan. Namun, cara pelaksanaannya menuai sorotan tajam karena dianggap tidak memberikan kesempatan dialog terlebih dahulu kepada para pelaku usaha.
Advokat Lukman Hasannudin yang mendampingi para pemilik cafe menegaskan bahwa kliennya siap berkoordinasi dengan pihak berwenang untuk menyelesaikan persoalan perizinan.
“Klien kami memiliki itikad baik untuk mematuhi regulasi yang berlaku. Yang kami persoalkan adalah pendekatan yang dilakukan terkesan represif,” ungkapnya.
“Pergerakan penutupan usaha karaoke terkesan mengesampingkan sila ke 5 dalam pancasila.yg berbunyi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, tegasnya.
Dalam audiensi yang berlangsung selama satu jam, pihak Satpol PP Batang diminta memberikan penjelasan detail mengenai dasar hukum operasi dan alasan mengapa tidak dilakukan pendekatan persuasif terlebih dahulu. Para pemilik usaha juga menuntut adanya solusi konkret agar kegiatan usaha mereka dapat berjalan kembali dengan tetap mematuhi ketentuan yang berlaku.
Amiruddin salah satu pemilik cafe mengatakan bahwa tindakan Satpol-PP sangat arogan dengan adanya kegiatan tersebut sehingga kami perlu melakukan klarifikasi. Dan cafe ini sudah berdiri sejak tahun 2019.
” Kalau memang semua cafe yang ada di Sigandu akan diterbitkan dan dirobohkan, harusnya semua cafe yang ada di Kabupaten Batang yang ilegal, juga harus dilakukan diterbitkan dan dirobohkan,” katanya.
“Apalagi keberadaan cafe di Sigandu, juga memberikan kontribusi kepada masyarakat atau warga Depok sendiri,” tambahnya.
“Kami berharap ada jalan tengah yang menguntungkan semua pihak. Usaha kami juga menyerap tenaga kerja dan berkontribusi pada perekonomian daerah,”tegasnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Satpol PP Batang belum memberikan tanggapan resmi terkait hasil audiensi tersebut. Koordinator aksi Subhan menyatakan akan memberikan waktu maksimal satu minggu untuk mendapat respons konkret sebelum menempuh langkah hukum lebih lanjut.
Kasus ini menjadi ujian bagi Pemerintah Kabupaten Batang dalam menyeimbangkan antara penegakan peraturan daerah dengan pendekatan yang lebih humanis kepada pelaku usaha kecil menengah. Masyarakat pun menanti bagaimana epilog dari konflik yang melibatkan otoritas dan para pengusaha lokal ini akan berakhir.(red)