Mphnews, Jakarta — Pengusaha dan pengamat ekonomi Mardigu Wowiek menantang Menteri Keuangan baru untuk mengambil langkah berani dalam 100 hari pertama jabatannya. Bukan sekadar mengatur defisit atau menerapkan kebijakan moneter, Mardigu menilai kunci menurunkan beban utang negara ada pada reformasi besar-besaran di sektor sumber daya alam (SDA).
“Berani tidak bagi hasil SDA diubah? Sekarang korporasi dapat 75–80 persen, negara cuma 20–25 persen. Harusnya minimal 50–50, bahkan negara 60 persen,” ujar Mardigu dalam tayangan YouTube, Rabu, 18 September 2025.
Menurutnya, perubahan skema ini bisa menambah pemasukan negara hingga Rp2.000 triliun per tahun dari ekspor batu bara, sawit, nikel, dan komoditas tambang lain. “Sekarang negara cuma dapat pajaknya saja, paling 25 persen. Ini ketidakadilan yang harus dihentikan,” kata dia.
Mardigu menilai kebijakan ini akan menjadi game changer ekonomi nasional. Dengan hilirisasi dan reformasi bagi hasil, ekspor Indonesia diproyeksikan melonjak dari US$270 miliar pada 2024 menjadi US$700 miliar pada 2034. Setidaknya Rp2.800 triliun per tahun bisa masuk ke APBN tanpa menambah beban pajak rakyat.
Namun, ia tak menutup mata bahwa para oligarki akan menolak keras kebijakan semacam ini.
“Beri mereka insentif lain. Kasih kemudahan pendanaan untuk proyek berorientasi ekspor di dalam negeri. Mereka itu kreatif kalau ada modal,” ujarnya.
Mardigu juga menyinggung warisan pemikiran ekonom Sumitro Joyohadikusumo. Enam dekade lalu, Sumitro menegaskan negara harus hadir di sektor strategis dan membimbing lahirnya pengusaha pribumi, bukan hanya menjadi penonton di pasar global.
Ia mengkritik rezim Orde Baru hingga era reformasi yang terlalu bergantung pada modal asing. Termasuk kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang, menurut Mardigu, selama dua dekade hanya menjadi “wasit” sementara oligarki menikmati keuntungan besar dari SDA dengan porsi negara yang minim.
“Pasal 33 UUD 1945 sudah jelas: bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat. Bukan untuk kapitalis rakus,” tegasnya.
Mardigu menutup dengan seruan agar pemerintah berani mengambil langkah politik tegas, bukan sekadar pintar teori ekonomi. “Turunkan utang negara dengan nyali, bukan ilmu,” ujarnya.












