Mphnews Jakarta – Tekanan ekonomi yang masih berlangsung sejak awal tahun membuat sejumlah pelaku UMKM mulai mengalihkan fokus ke penjualan online. Langkah ini dinilai menjadi cara paling realistis untuk mempertahankan omzet di tengah penurunan daya beli masyarakat.
Berdasarkan data Kemenkop UKM, transaksi perdagangan digital masih tumbuh positif meski tipis, yakni sekitar 5–7% sepanjang tahun berjalan. Pertumbuhan ini disebabkan perubahan perilaku belanja masyarakat yang semakin memilih platform online karena dianggap lebih praktis dan harga lebih kompetitif.
Siti Rahma, pemilik usaha makanan rumahan di Depok, mengaku omzetnya naik hingga 30% setelah aktif menjual melalui marketplace dan media sosial. “Kalau mengandalkan penjualan di rumah sudah tidak kuat. Pelanggan banyak yang bilang sekarang lebih suka pesan online karena bisa bandingkan harga,” ujarnya kepada detikcom, Selasa (25/11).
Meski begitu, pelaku UMKM tetap menghadapi tantangan, seperti biaya iklan digital yang semakin mahal dan persaingan harga yang makin ketat. Beberapa pedagang mengeluhkan margin yang menipis karena harus mengikuti perang harga di marketplace.
Ekonom Indef, Bhima Yudhistira, menilai adaptasi digital menjadi kunci bertahan di tengah tekanan ekonomi. Namun ia menegaskan pemerintah perlu memberikan pelatihan yang lebih terarah agar UMKM tidak hanya bergantung pada satu platform. “UMKM harus memahami branding, pengemasan, dan strategi penjualan agar tidak hanya kompetisi harga,” katanya.
Pemerintah sendiri menargetkan 30 juta UMKM masuk ekosistem digital pada 2026. Program pendampingan, subsidi ongkir, hingga bantuan pemasaran diklaim menjadi strategi untuk mendorong daya saing sektor ini.
Dengan kondisi ekonomi yang belum stabil, tren peralihan UMKM ke penjualan online diprediksi akan terus berlanjut. Pelaku usaha kini dituntut lebih adaptif agar tetap bisa bertahan dan berkembang di tengah perubahan perilaku belanja masyarakat.












