Myanmar di Tepi Kegelapan: Dari Ladang Opium hingga Jadi Sarang Kejahatan Siber Global

gambar Ilustrasi Dibuat Oleh AI
gambar Ilustrasi Dibuat Oleh AI

Mphmews – Myanmar, negara di jantung Asia Tenggara, kini memegang rekor kelam sebagai “ibu kota kriminal dunia.” Dari pegunungan Shan hingga perbatasan Thailand, negara ini berubah menjadi laboratorium raksasa bagi perdagangan narkoba dan penipuan digital berskala global.

Sejak kudeta militer 2021, Myanmar tak lagi sekadar negara gagal. Ia menjelma menjadi narkostate dan scam state, dua wajah gelap yang saling menghidupi. Militer, milisi etnis, dan jaringan kriminal terorganisir kini mengendalikan ekonomi lewat opium, sabu, dan scam online—menjadikan kejahatan sebagai sistem ekonomi nasional.

Warisan panjang perdagangan narkotika di Myanmar bermula di kawasan Segitiga Emas, perbatasan Myanmar, Thailand, dan Laos, yang sejak 1950-an dikenal sebagai pusat opium dunia. Dalam konflik berkepanjangan dan lemahnya pemerintah pusat, milisi bersenjata memanfaatkan ladang opium sebagai sumber dana perang dan alat kekuasaan.

Memasuki abad ke-21, pergeseran terjadi. Dari opium tradisional, mereka beralih ke narkoba sintetis yang lebih cepat dan menguntungkan. Laboratorium methamphetamine kini menjamur di hutan Shan dan Kachin, menghasilkan jutaan pil Yaba dan kristal sabu setiap pekan.

Laporan UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime) menyebut Myanmar telah menyalip Afghanistan sebagai produsen opium terbesar di dunia. Ironisnya, para petani di desa miskin mengaku tak punya pilihan lain: menanam popi lebih menjanjikan ketimbang padi.

Pasca kudeta militer, negara ini resmi tenggelam dalam ekonomi kriminal. Tatmadaw, militer Myanmar, dituduh memanfaatkan jaringan narkoba dan penyelundupan senjata untuk membiayai operasi dan membeli loyalitas politik.

Dari balik hutan, pabrik sabu beroperasi dengan perlindungan bersenjata. Barang haram itu menyusuri jalur darat ke Thailand, Laos, hingga Malaysia dan Australia. Bahkan, 70 persen sabu yang beredar di Australia dilaporkan berasal dari Myanmar.

Sementara itu, harga sabu justru turun. Sebuah ironi yang menandakan betapa melimpahnya pasokan narkoba dari negeri itu.

Tak berhenti di narkoba, Myanmar kini juga dikenal sebagai sarang scam online terbesar di dunia. Ribuan orang dari berbagai negara—termasuk Indonesia—menjadi korban, bahkan disekap di kompleks “kota scam” seperti KK Park dan Shwe Kokko.

Kompleks-kompleks itu dijalankan layaknya negara kecil. Ada listrik sendiri, jaringan satelit, gedung pencakar langit, hingga penjagaan bersenjata. Laporan investigatif menyebut, luas wilayah “kota scam” ini bahkan bertambah 13 hektare setiap bulan.

Bisnis gelap ini menambah daftar panjang tragedi Myanmar—di mana rakyatnya diperbudak oleh sistem ekonomi berbasis kejahatan.

Setelah kudeta 2021, Amerika Serikat menghentikan hampir seluruh bantuan untuk Myanmar. Kekosongan itu diisi oleh Tiongkok, yang melihat peluang strategis.

Bagi Beijing, Myanmar bukan sekadar tetangga bermasalah, tapi jalur vital menuju Samudra Hindia. Lewat proyek pipa minyak dan gas dari pelabuhan Kyaukpyu ke Yunnan, Tiongkok menjaga kepentingannya dengan mendukung junta—bahkan ketika warga negaranya sendiri menjadi korban scam di sana.

Di sisi lain, Thailand dan India berusaha menahan limpahan kriminalitas lintas batas. Namun, upaya seperti pemutusan listrik ke kota scam atau penangkapan kapal narkoba hanya bersifat tambal sulam. Akar masalahnya tetap sama: Myanmar kehilangan kendali atas dirinya sendiri.

Indeks Kejahatan Terorganisir Global menempatkan Myanmar sebagai negara dengan jurang kriminalitas dan ketahanan terburuk di dunia. Pemerintah kehilangan legitimasi, layanan publik lumpuh, dan wilayah-wilayah perbatasan praktis dikuasai milisi serta sindikat.

Kini, Myanmar bukan lagi sekadar tragedi kemanusiaan, melainkan ancaman nyata bagi stabilitas kawasan. Dari narkoba yang membanjiri Asia hingga scam yang menguras rekening warga lintas benua, negeri itu telah menjadi simbol dari bagaimana kejahatan bisa menggantikan negara.

Myanmar berdiri di titik nadir sejarahnya. Sebuah negara yang dibiarkan runtuh, di mana perang, narkoba, dan kejahatan digital menjadi mesin ekonomi. Dunia menonton, sebagian diam, sebagian lagi memanfaatkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *