Mphnews- Surabaya -Banyak yang bertanya sejauh mana perkembangan terkait usulan 5 Proposal Kenegaraan DPD RI tentang penguatan sistem bernegara. Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, telah mengungkapkan bahwa usulan ini telah disertai dengan Naskah Akademik dan sedang terus diperbincangkan bersama semua pihak yang terkait.
Seluruh pemangku kepentingan bangsa, bersama-sama dengan DPD RI, akan mendesak Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk mengadakan Sidang MPR dengan agenda tunggal, yaitu mengembalikan sistem bernegara sesuai dengan visi pendiri bangsa yang diperkuat melalui Amandemen dengan teknik addendum,” kata LaNyalla di Surabaya pada Sabtu (30/9/2023).
LaNyalla menjelaskan bahwa kelahiran 5 proposal ini bukan tanpa alasan. Usul ini muncul berdasarkan aspirasi yang diterima DPD RI dari berbagai lapisan masyarakat, termasuk organisasi sosial kemasyarakatan, raja dan sultan nusantara, para tokoh dan pemerhati Konstitusi, akademisi, aktivis, dan purnawirawan TNI Polri.
“Sebagai Ketua DPD RI, saya telah mengunjungi 34 Provinsi dan lebih dari 300 Kabupaten dan Kota di Indonesia. Persoalan yang dihadapi serupa, yaitu ketidakadilan dan kemiskinan,” katanya.
Menurut LaNyalla, akar masalah ini berasal dari perubahan Konstitusi pada tahun 1999 hingga 2002 yang meninggalkan masalah mendasar. Perubahan ini bukanlah amandemen dengan teknik addendum, tetapi penggantian Konstitusi, sehingga Indonesia beralih ke sistem baru. Dampaknya adalah meninggalkan Pancasila sebagai Falsafah Dasar Negara, sebagai norma hukum tertinggi dan identitas Konstitusi. Di sisi lain, Pancasila tetap diakui eksistensinya. Ini menjadi paradoks yang perlu diatasi,” jelasnya.
Berdasarkan penelaahan ini, DPD RI sepakat untuk mengusulkan perbaikan Indonesia dengan mengembalikan sistem bernegara sesuai dengan visi pendiri bangsa. “Kita harus kembali kepada Pancasila, karena bangsa ini secara keseluruhan sepakat bahwa Pancasila adalah Falsafah Dasar bangsa dan negara ini. Cara kita kembali ke Pancasila adalah dengan mengembalikan Konstitusi Negara ini sesuai dengan rumusan pendiri bangsa,” tambahnya.
Namun, LaNyalla juga menyadari adanya kelemahan dalam sistem tersebut. UUD 1945 (18 Agustus 1945) dibuat dalam situasi mendesak dan revolusioner, sehingga perlu disempurnakan. Oleh karena itu, yang mereka tawarkan adalah kembali ke UUD 1945 tersebut, kemudian melakukan amandemen dengan teknik yang benar, yaitu teknik addendum, sehingga tidak merubah sistem bernegara. Hal ini telah dilakukan oleh negara-negara lain yang telah melakukan amandemen konstitusi, seperti Amerika Serikat yang sudah 27 kali melakukan amandemen dengan teknik addendum, dan juga India yang sudah 104 kali melakukan amandemen dengan teknik addendum,” pungkasnya.