Mphnnews.id- Menjadi seorang guru penggerak telah dianggap sebagai bagian dari barisan guru elit dengan berbagai prestise dan keistimewaan.
Karena alasan itulah, banyak guru di Indonesia berbondong-bondong untuk menjadi guru penggerak. Pendidikan Guru Penggerak (PGP) saat ini menjadi satu-satunya jalur untuk menjadi guru penggerak, sehingga tidak mengherankan jika terdapat antrean peserta yang sangat banyak.
Namun demikian, kemampuan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, masih terbatas dalam menyelenggarakan PGP. Oleh karena itu, jumlah peserta yang mendaftar masih sangat tinggi.
Menurut formulasi Kementerian Pendidikan, seorang guru penggerak sebenarnya adalah pemimpin pembelajaran yang bertugas untuk mendorong perkembangan siswa secara holistik.
Guru penggerak juga diharapkan aktif dan proaktif dalam mendorong serta melibatkan rekan pendidik lainnya dalam implementasi pembelajaran yang berfokus pada siswa, bukan guru.
Selain itu, guru penggerak juga bertindak sebagai contoh dan agen transformasi dalam ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil siswa yang berlandaskan Pancasila.
Poin terakhir ini sangat penting, mengingat kata “penggerak” yang melekat pada istilah “guru penggerak” memiliki makna yang aktif dan proaktif.
Peran guru penggerak sebagai teladan, baik bagi murid-muridnya maupun bagi sesama guru.
Oleh karena itu, menjadi seorang guru penggerak harus memiliki integritas yang tinggi selain kapasitas intelektual dan kemampuan sebagai pendidik.
Tidak boleh ada cerita tentang guru penggerak yang diam-diam terlibat dalam korupsi atau penyelewengan dana proyek pendidikan di sekolahnya.
Selain itu, seorang guru penggerak tidak boleh menjadi individu yang haus akan kekuasaan dan menggunakan cara-cara yang tidak patut untuk mendapatkan posisi dan jabatan.
Tidak boleh juga seorang guru penggerak terlibat dalam perselingkuhan atau perilaku asusila dengan istri orang lain, apalagi dengan sesama guru penggerak.
Jika ada yang melakukan tindakan semacam itu, berarti orang tersebut terperangkap dalam sikap hipokrit yang sangat buruk.
Sikap hipokrit tidak seharusnya dimiliki oleh seorang guru, baik itu guru penggerak maupun bukan. Sebab, guru adalah sosok yang dihormati dan ditiru.
Pertanyaannya adalah, apa konsekuensi yang akan diterima oleh seorang guru penggerak jika ternyata ia memberikan contoh sikap yang hipokrit kepada murid-muridnya?
Bagaimana pula pertanggungjawaban yang akan diterima oleh seorang guru penggerak jika ternyata ia hanya memberikan contoh sikap yang hipokrit kepada rekan-rekannya?
Contoh sikap negatif semacam ini memiliki aura yang merugikan. Bukankah para penceramah sering menyebutnya sebagai dosa jariyah?
Teladan negatif semacam itu secara perlahan-lahan akan mempengaruhi dan merusak, dan masalah ini seharusnya tidak dianggap remeh.
- Jadi, seorang guru penggerak sejati haruslah menjadi guru yang mampu menginspirasi dan menggerakkan, bukan sebaliknya, menjadi guru yang merugikan dan membius.( ss)